Kim Jong Un, Pemimpin Tirani Korea Utara, baru-baru ini “menegaskan kembali ikatan bersejarah” yang mereka miliki dengan Miguel Diaz-Canel, presiden Kuba.
Diplomasi antara Kuba dengan Korea Utara merupakan hal yang terbilang aneh. Presiden Kuba terakhir Fidel Castro hanya sekali mengunjungi Kim Il Sung, Pemimpin Korea Utara paling terkemuka, pada tahun 1986.
Meskipun ia sangat memuji beberapa aspek yang dijalankan rezim Korea Utara, kultus kepribadian terhadap Kim, bagi Castro, berjalan terlalu jauh. Dia melihat pemujaan paksa terhadap Kim Il Sung sebagai kebrutalan Stalinis, bukan kemajuan sosialis.
Persahabatan antara Kim dan Diaz-Canel dapat dikatakan mencemaskan. Walaupun “diplomasi kasino” Presiden AS Donald Trump dengan Kim Jong Un merupakan akibat dari krisis keamanan yang meningkat, Kuba dan Korea Utara sudah selayaknya berbagi nilai sebagai negara yang menganut republik sosialis. Namun, merek sosialisme yang mereka anut berbeda jauh.
Satu perbedaan besar adalah bagaimana mereka memperlakukan anak-anak mereka.
Di Kuba, anak-anak adalah anggota masyarakat yang paling dihargai dan dilindungi. Akses ke makanan, kesehatan, pendidikan, keluarga yang stabil dan bahkan budaya, olahraga dan bermain adalah fondasi yang dihormati dari masyarakat Kuba.
Di Korea Utara, anak-anak menghadapi mimpi buruk Orwellian. Korea Utara berada dalam sebuah liga tersendiri ketika menyangkut penyalahgunaan anak-anak.
Begitu banyak perbedaan menimbulkan pertanyaan bagaimana Kuba dapat mempertahankan solidaritas dengan negara yang membenci nilai-nilai inti Kuba.
MEREMEHKAN DAN MENGINTIMIDASI ANAK-ANAK
Serikat Anak Korea, serikat wajib untuk anak-anak berusia sembilan hingga 15 tahun, tidak dirancang untuk membina atau menginspirasi anggotanya melalui keakraban, persahabatan, atau kewajiban. Ini dimaksudkan untuk meremehkan, mengintimidasi, dan menanamkan keyakinan bahwa pemimpin tertinggi adalah mahakuasa.
Serikat tersebut dengan ketat menginstruksikan anak-anak bahwa menjadi seorang individu tidak ada artinya. Tidak ada anak yang unik. Masing-masing sama seperti yang lain. Dapat diganti, sekali pakai, dan pada akhirnya tidak berharga.
Jangan tertipu oleh foto-foto Kim Jong Un yang tersenyum berpelukan dengan anak-anak yang gembira. Masa kecil di Korea Utara penuh dengan kelaparan, ketakutan, dan pelecehan.

Berdasarkan kesaksian dari sejumlah pembelot, kami mengetahui bahwa anak-anak diajarkan oleh pemerintah untuk mencintai pemimpin tertinggi melebihi orang mereka sendiri. Ibu dan Ayah bertanggung jawab atas kebutuhan dasar, namun pemimpinlah yang menyediakan segalanya. Terdengar seperti sekte? Memang begitu.
Juche adalah ideologi resmi Korea Utara yang berarti membawa negara menuju sosialisme seutuhnya. Hal itu menuntut kepatuhan, penyerahan diri dan perjuangan yang telah diatur demi keuntungan negara. Hal itu menciptakan sekte kepribadian yang sinting terhadap para Kim untuk meyakinkan anak-anak untuk tidak berpikir sendiri, melainkan berpikir “melalui para pemimpin.”
Hal itu dimulai dari nyanyian pengantar tidur. Kebanyakan menyanyikan pujian dan kepercayaan kepada Kim Il Sung, pemimpin abadi Korea Utara, bersama para keturunannya, Kim Jong Il dan Kim Jong Un. Namun, lagu-lagu lain dipenuhi dengan lirik tentang membunuh “anjing-anjing Jepang” dan memotong-motong “para bajingan Amerika.”
PEMUJAAN SATU ORANG
Di hari-hari awal nyanyian dan pidato mereka, anak-anak belajar untuk menyembah satu orang, bersiap untuk membalas dendam melawan musuh-musuh negara dan meninggalkan kesucian masa kanak-kanan–semuanya melalui serangkaian kekerasan dan kevulgaran.
Bagi mereka yang dianggap “goyah” atau “berbahaya” oleh pemerintah Korea Utara, yang mengkategorikan rakyatnya berdasarkan kesetiaan politik, penganiayaan psikologis akan ditingkatkan.
Walau masih dipaksa untuk menunjukkan kasih sayang terhadap Pemimpin Tersayang, guru dan polisi mengingatkan anak-anak bahwa satu-satunya nilai mereka adalah untuk melayani pemimpin melalui pekerjaan yang melelahkan.
Bagi lapisan masyarakat terendah, masa kanak-kanak berubah menjadi pengalaman mengerikan. Makanan sangat minimal dan kekurangan gizi mewabah. Cerita-cerita bermunculan tentang anak-anak kelaparan di dekat perbatasan China yang, ditelantaran oleh orang tua mereka, hidup berkeliaran secara berkelompok untuk mencari kehangatan dan makanan.
Seorang anak ditemukan melintasi perbatasan China di tengah musim dingin dengan luka bakar yang mengerikan ke kakinya yang telanjang. Berusaha tetap hangat, dia menjatuhkan sebuah lampu minyak yang menyulut sepatunya. Itu adalah pengorbanan brutal kaum muda, dijauhi oleh bangsa mereka dan dilupakan oleh dunia.
Kesaksian pembelot yang disampaikan kepada Komisi Penyelidikan Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Pelecehan Hak Asasi Manusia di Korea Utara termasuk kisah-kisah tahanan politik pria dan wanita, beberapa tanpa kontak sebelumnya, dipaksa melakukan kunjungan konkret sementara di penangkaran.
Korea Utara menuntut tiga generasi hukuman bagi mereka yang bermusuhan dengan rezim. Jika seorang anak dilahirkan dalam kesusahan ini, mereka akan menjalani hidup yang kelaparan dan secara fisik bekerja sampai benar-benar kelelahan di kamp-kamp.
PERAMPASAN KEMANUSIAAN
Kekejaman Korea Utara bersifat sistematis, dengan implikasi berbahaya untuk mengatasi trauma pada masa kanak-kanak. Melatih pemuda melalui pelatihan wajib remaja yang melampaui pelanggaran internasional. Ini merampas kemanusiaan dari anak-anak.
Semua ini bukanlah suatu kebetulan, atau karena konsekuensi dari peristiwa bencana. Melucuti kemanusiaan dari serdadu mereka, termasuk anak-anak, adalah kebijakan yang telah ditulis dengan hati-hati. Birokrat merencanakannya dengan matang, tentara menerapkannya, dan Kim Jong Un mengawasi dengan bebas.
Korea Utara melakukan militerisasi kepada anak-anak melalui konformitas, intimidasi dan degradasi.
Sementara itu, Kuba berkomitmen untuk memastikan pengalaman masa kecil yang kaya. Protokol diplomatik disisihkan, bagi Kuba untuk bergandengan tangan dengan pemimpin suatu bangsa yang merendahkan anak-anak ke tingkat seperti itu adalah menjijikkan.
Serikat Anak Korea, dan ajaran Juche lainnya, harus dibongkar jika Korea Utara masuk ke komunitas global. Sekutu terdekat Korea Utara, termasuk Kuba, memiliki peran dalam memastikan hal itu terjadi.