Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang melakukan perburuan korupsi besar-besaran, yang menjerat seorang mantan Ketua DPR, seorang menteri, seorang gubernur provinsi, dan puluhan anggota parlemen dalam beberapa bulan terakhir.
Sejauh ini, daftar incaran KPK belum memasukkan siapa pun yang dibutuhkan Presiden Joko Widodo untuk memenangkan pemilihan pada bulan April 2019. Tetapi penangkapan para eksekutif dari dua perusahaan terbesar Indonesia—Lippo Group dan Sinarmas—dalam beberapa pekan terakhir karena dugaan menyuap pejabat pemerintah, menambah jajaran mereka yang ditargetkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi pada tahun ini.
Meskipun KPK secara teknis independen, namun kampanyenya yang menargetkan para politisi dan eksekutif berprofil tinggi terlihat mempromosikan citra Jokowi sebagai pejuang melawan korupsi—yang merupakan salah satu isu utama yang diperhatikan oleh para pemilih. Bagi Jokowi, perburuan tersebut mempertajam pesannya untuk menarik para pemilih, tanpa mengganggu aliansi politik yang sangat penting baginya untuk mempertahankan kekuasaan di Indonesia.
“Kebutuhan untuk berkompromi dengan elit politik lama Indonesia telah mencemari kredibilitas anti-korupsi Jokowi yang dulu terkenal, selama dia menjabat,” kata Hugo Brennan, seorang analis politik senior untuk Asia di Verisk Maplecroft.
“Kampanye pengentasan korupsi KPK tak akan melemahkan peluang Jokowi untuk terpilih kembali, selama tidak ada sekutu dekat dalam pemerintahannya yang terperangkap dalam skandal (korupsi) menjelang April 2019.”
Aspirasi Muslim
Di negara mayoritas Muslim terbesar di dunia tersebut, religiusitas kandidat presiden mungkin lebih penting daripada masalah bahan makanan sehari-hari serta harga bahan bakar, juga korupsi. Lebih dari 60 persen peserta survei terbaru Populi Center di Jakarta, mempertimbangkan “berjuang untuk aspirasi kaum Muslim” sebagai faktor terpenting dalam mendukung kandidat, diikuti oleh infrastruktur dan korupsi.
Setelah pemilihan gubernur yang memecah belah di Jakarta tahun lalu mengungkap bahaya ketegangan sektarian dalam pemilihan umum, Jokowi memilih ulama senior yang dipandang paling Islami di negara itu sebagai cawapresnya. Sang petahana dan Ma’ruf Amin akan diadu melawan Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno dalam pemilihan 17 April 2019 mendatang.
Di bawah pemerintahan Jokowi, Indonesia telah naik beberapa tingkat dalam indeks persepsi korupsi menurut Transparency International dan peringkat kemudahan dalam melakukan bisnis menurut Bank Dunia, tetapi korupsi adalah salah satu dari tiga isu teratas yang dapat mempengaruhi pemilih, menurut Populi.
“Pengentasan korupsi akan mempengaruhi pemilih rasional dan mereka akan terus mendukung Jokowi,” kata Usep Akhyar, seorang analis politik yang berbasis di Jakarta untuk Populi. “Tapi bagi para pemilih, yang berpikir bahwa presiden tidak mendukung agama mayoritas, ‘perang salib’ melawan korupsi mungkin tidak akan berpengaruh.”
Rekam jejak
Walau Prabowo menargetkan Jokowi pada masalah ekonomi, termasuk merosotnya mata uang rupiah hingga ke level terendah selama dua dekade, kenaikan harga, dan pengangguran, namun petahana tersebut—mantan eksportir furnitur dan tokoh non-elit pertama yang menjadi presiden—menyoroti catatannya dalam membangun jalan, bandara, dan menanggulangi korupsi untuk mengejar pemilihan kembali.
Jokowi—yang telah berhasil mempertahankan citranya yang bersih—melihat salah satu menterinya mengundurkan diri pada bulan Agustus setelah diperiksa oleh KPK, dan mantan Ketua DPR—pendukung awal dari mitra koalisi partai Golkar, Setya Novanto—dijatuhi hukuman 15 tahun penjara karena perannya dalam pemalsuan kartu identitas elektronik nasional (e-KTP) bernilai jutaan dolar.
Penangkapan para pejabat Lippo dan pejabat pemerintah provinsi telah mengubah sorotan pada korupsi di birokrasi, bahkan setelah Jokowi menghapus ratusan peraturan untuk meningkatkan kemudahan melakukan bisnis.
Presiden tersebut—yang berjanji untuk memangkas korupsi hingga 70 persen setelah memenangkan pemilu pada tahun 2014—telah sering menyalahkan ribuan pasal yang berlebihan karena menghambat kemajuan negara.
Ketua Lippo Group James Riady diinterogasi selama lebih dari sembilan jam pada Selasa (30/10) oleh KPK, sebagai saksi dalam kasus penyuapan terkait dengan persetujuan untuk proyek Meikarta senilai $18,3 miliar di Jakarta. Riady telah membantah melakukan kesalahan dan mengatakan kepada para wartawan pada Selasa (30/10) bahwa ia akan terus bekerja sama dengan KPK dalam penyelidikan, dan memberikan lebih banyak pernyataan jika diperlukan.
KPK juga menyebutkan tiga eksekutif senior perusahaan grup Sinarmas sebagai tersangka dalam penyelidikan atas persetujuan untuk perkebunan kelapa sawit. Sinarmas mengatakan akan sepenuhnya bekerja sama dengan investigasi tersebut.
“Tahun ini tampaknya menjadi yang paling aktif dalam catatan KPK, dalam hal jumlah kasus korupsi yang telah diselidiki dan dituntut,” kata Brennan dalam email. “Jokowi layak mendapatkan kredit karena memberi dukungan politik yang diperlukan kepada KPK untuk mengejar penyelidikan korupsi profil tinggi, terutama dalam kasus Setya Novanto.”
Sebuah survei oleh Transparency International Indonesia tahun lalu menunjukkan bahwa suap rata-rata mencapai hingga 10 kali biaya produksi, dan sekitar 17 persen dari peserta mengatakan bahwa bisnis mereka gagal karena para pesaing menyuap para pejabat untuk meminta bantuan. Namun tindakan keras di bawah Jokowi memberi harapan, menurut Transparency International.
“Dia bersih, keluarganya tidak terlibat. Dia bukan ketua partai, jadi apa yang dia lakukan tidak bisa dikaitkan dengan partai,” kata Wawan Suyatmiko, peneliti di Transparency International Indonesia. Keputusan Jokowi untuk mengungkap strategi nasional untuk mencegah korupsi—termasuk mengidentifikasi para pemilik keuntungan perusahaan—adalah contoh komitmennya untuk mengatasi korupsi, katanya.
Tetapi bagi KPK, untuk meneruskan kampanye melawan korupsi, badan itu perlu dipersenjatai dengan lebih baik dan pengadilan harus memberikan hukuman yang lebih keras terhadap narapidana, menurut Indonesia Corruption Watch (ICW). Tahanan korupsi harus dilucuti dari aset-aset kotor mereka sebagai pencegahan yang tegas, kata pengawas itu.
“Indonesia telah membuat keuntungan anti-korupsi tambahan dengan Jokowi sebagai pemegang kemudi,” kata Brennan dari Verisk Maplecroft. “Tapi korupsi tetap meresap dan masih menjadi salah satu tantangan utama terkait dengan aktivitas bisnis.”