Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil menilai, larangan dari Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak, yang melarang warganya ikut aksi 2 Desember 2016 mendatang berlebihan.
Apalagi, larangan itu disertai dengan embel-embel bahwa warga yang ikut turun aksi ke Jakarta untuk ikut aksi menyuarakan kasus dugaan penistaan agama dicap sebagai calon teroris tidak berdasar.
Menurut dia, larangan itu malah akan menjadi masalah bagi gubernur yang juga Politikus Partai Golkar itu. Sebab, lanjut dia, pernyataan itu bisa dibilang sebagai ujaran kebencian dan bisa dilaporkan ke polisi.
“Berlebihan gubernur seperti itu, jadi menurut saya bisa diancam pidana kalau ada yang melaporkan,” kata Nasir pada INILAHCOM, Jumat (25/11/2016).
Terlebih, lanjut Politikus PKS itu, unjuk rasa merupakan hak setiap warga dan dilindungi Undang-udang. Dengan itu, dia menilai tidak sewajarnya seorang kepala daerah mengatakan hal itu.
“Ini kan urusan pribadi-pribadi mau datang, mereka tergerak hatinya. Ini kan soal hati, kalau kata AA Gym soal rasa,” papar dia.
Gubernur Kalimaantan Timut Awang Faroek sebelumnya melarang keras kepada warga didaerahnya untun tidak ikut dalam aksi 2 Desember 2016 nanti. Bahkan, apabila ada warganya yang ikut dalam aksi itu akan dicatat dan dicap sebagai calon teroris.
“Kaltim melarang warganya ikut demo ke Jakarta. Ada agenda politik hendak dipaksakan terkiat aksi demo massa nanti. Kami akan catat sebagai calon teroris yang wajib diwaspadai,” kata Awang di Balikpapan Rabu 23 November 2016 kemarin.
Larangan itu disampaikan Awang atas dasar masyarakat Kaltim yang masih trauma dengan aksi bom molotov di Gereja Oikumene Samarinda yang menelan korban jiwa. “Kami masih trauma dengan aksi bom Samrinda. Semoga ini pertana dan terakhir di Kaltim,” ujar dia.