Pemerintah Indonesia menetapkan tiga kasus dugaan pelanggaran HAM berat di Papua. Berikut latar belakang ketiga peristiwa tersebut. Pada 13 Juni 2001 terduga aparat Brimob Polda Papua melakukan penyerbuan kepada warga di Desa Wonoboi, Wasior, Manokwari, Papua.
Penyerbuan itu dipicu oleh dibunuhnya lima anggota Brimob dan satu orang sipil di perusahaan PT Vatika Papuana Perkasa. Menurut laopran Kontras (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) perusahaan kayu PT VPP dianggap warga mengingkari kesepakatan yang dibuat untuk masyarakat.
Masyarakat lantas mengekspresikan tuntutan mereka dengan menahan speed boat milik perusahaan sebagai jaminan, setelah memberikan toleransi sekian waktu lamanya. Aksi masyarakat ini dibalas oleh perusahaan dengan mendatangkan Brimob untuk melakukan tekanan terhadap masyarakat. Masyarakat mengeluhkan perilaku perusahaan dan Brimob ini lantas disikapi oleh kelompok TPN/OPM dengan kekerasan.
Saat PT VPP tetap tidak menghiraukan tuntutan masyarakat untuk memberikan pembayaran pada saat pengapalan kayu, kelompok TPN/OPM menyerang sehingga menewaskan lima orang anggota Brimob dan seorang karyawan perusahaan PT VPP serta membawa kabur enam pucuk senjata milik anggota Brimob bersama peluru dan magazennya.
Saat aparat setempat melakukan pencarian pelaku, terjadi tindak kekerasan berupa penyiksaan, pembunuhan, penghilangan secara paksa, hingga perampasan kemerdekaan di Wasior. Tercatat empat orang tewas, satu orang mengalami kekerasan seksual, lima orang hilang, dan 39 orang disiksa.
Kronologi Peristiwa Wamena, 2003
Pada 4 April 2003 masyarakat sipil Papua merayakan Hari Raya Paskah. Namun, masyarakat setempat dikejutkan dengan penyisiran terhadap 25 kampung. Penyisiran dilakukan akibat sekelompok massa tak dikenal membobol gudang senjata Markas Kodim 1702/Wamena.
Penyerangan ini menewaskan dua anggota Kodim, yaitu Lettu TNI AD Napitupulu dan Prajurit Ruben Kana (penjaga gudang senjata), sedangkan satu orang luka berat. Kelompok penyerang diduga membawa lari sejumlah pujuk senjata dan amunisi.
Dalam rangka pengejaran terhadap pelaku, aparat TNI-Polri telah melakukan penyisiran di 25 kampung, yaitu Desa Wamena Kota, Desa Sinakma, Bilume-Assologaima, Woma, Kampung Honai lama, Napua, Walaik, Moragame-Pyamid, Ibele, Ilekma, Kwiyawage-Tiom, Hilume desa Okilik, Kikumo, Walesi Kecamatan Assologaima, selain beberapa kampung di sebelah Kwiyawage, yaitu Luarem, Wupaga, Nenggeyagin, Gegeya, Mume dan Timine.
Komnas HAM melaporkan kasus ini menyebabkan sembilan orang tewas dan 38 orang luka berat. Selain itu pemindahan paksa terhadap warga 25 kampung menyebabkan 42 orang meninggal dunia karena kelaparan, serta 15 orang korban perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang.
Penangkapan, penyiksaan, perampasan secara paksa menimbulkan korban jiwa dan pengungsian penduduk secara paksa. Komnas HAM juga menemukan pemaksaan penandatanganan surat pernyataan serta perusakan fasilitas umum, (gereja, Poliklinik, gedung sekolah) yang mengakibatkan pengungsian penduduk secara paksa.
Kronologi Peristiwa Paniai 2014
Menurut Kontras, kejadian bermula pada 8 Desember 2014 tengah malam, saat sebuah mobil hitam melaju dari Enaro menuju Kota Madi, diduga dikendarai oleh dua oknum anggota TNI, dihentikan tiga remaja warga sipil. Ketiga remaja tersebut meminta lampu mobil dinyalakan karena warga sedang mengetatkan keamanan jelang Natal. Mereka pun menahan mobil tersebut.
Tidak terima ditahan, terduga anggota TNI tersebut kembali ke Markas TNI di Madi, dan kemudian mengajak beberapa anggota lainnya kembali ke Togokotu, tempat ketiga remaja tersebut menghentikan mereka. Mereka pun kembali dan mengejar tiga remaja tadi.
Dua orang lari, satu lainnya dipukul hingga babak belur. Warga lalu melarikan anak yang terluka tersebut ke rumah sakit. Keeseokan paginya warga Paniai berkumpul dan meminta aparat mempertanggungjawabkan pemukulan terhadap remaja tersebut. Warga berkumpul di lapangan Karel Gobay. Namun, sebelum dilakukan pembicaraan, aparat gabungan TNI dan Polri sudah melakukan penembakan ke warga.
Empat orang tewas di tempat, 13 orang yang terluka dilarikan ke rumah sakit. Satu orang akhirnya meninggal dalam perawatan di rumah sakit Mahdi. Kelima orang yang tewas adalah Simon Degei (18 tahun), Otianus Gobai (18 tahun), Alfius Youw (17 tahun), Yulian Yeimo (17 tahun), Abia Gobay (17 tahun). Semuanya pelajar di SMA Negeri 1 Paniai.