Memasuki minggu ke-18 gelombang demonstrasi di Hong Kong, korban kekerasan makin banyak berjatuhan. Pada tanggal 4 Oktober malam hari, seorang polisi tak berseragam dikeroyok yang lantas berbuntut tertembaknya seorang pedemo berusia 14 tahun di distrik Yuen Long. Kemudian pada tanggal 6 Oktober, seorang supir taksi terluka parah dipukuli karena sebelumnya supir tersebut menabrak lokasi demo di distrik Sham Shui Po.
Korban berikutnya adalah mantan aktris Hong Kong bernama Celine Ma yang merekam aksi demonstran merusak mesin Anjungan Tunai Mandiri (ATM) Bank of China di Mong Kok. Dalam sebuah tayangan video, perempuan bernama asli Leung Wing-ngan tersebut mengaku beberapa demonstran langsung memukul, merebut ponselnya dan menyemprotnya dengan cat. Celine diselamatkan oleh pria berkacamata saat seseorang di kerumunan berusaha memukulnya lagi dengan raket tenis. Terlihat darah bercucuran dari dagu dan lehernya.
【旺角現場】藝人馬蹄露與示威者發生口角其後被襲,她要求澳洲記者保護前往旺角警署報案,她表示,在街上拍攝破壞銀行的示威者後,與示威者發生口角,更被搶手機,在場人士多次拉她離開後,她才願意離開。
Posted by 亞洲週刊 on Sunday, October 6, 2019
Para demonstran juga sudah tak ragu menggunakan bom molotov yang pada akhirnya malah salah sasaran dan membakar jas hujan jurnalis Radio Television Hong Kong (RTHK) di sekitar distrik Wan Chai. Jurnalis RTHK itu menderita luka bakar di sekitar telinga dan mendapat perawatan di Rumah Sakit Ruttonjee.
Yang sangat disayangkan, protes berbulan-bulan menuntut kebebasan dan demokrasi nyatanya tidak diterapkan oleh para demonstran. Beberapa dari mereka tak segan “membungkam” masyarakat yang ‘berseberangan’ dalam pandangan politik. Kebebasan bicara dan berpendapat yang jadi ciri utama demokrasi justru tak terlihat. Benarkah Hong Kong siap berdemokrasi?
Tak hanya korban individual, tingkah laku sekelompok demonstran anarkis pun mengancam keselamatan publik keseluruhan. Selain sudah memblokir jalan dengan pembatas berapi dan merusak 120 stasiun MTR di seluruh Hong Kong, video di bawah ini menunjukkan mereka juga mulai menargetkan pengrusakan rel kereta dalam aksi vandalisme mereka.
Taktik ini lazim digunakan oleh teroris seperti yang terjadi di Jerman, Inggris dan tahun 1995 di Perancis. Aksi kekerasan beberapa demonstran radikal jadi sorotan dunia dan mulai ‘menggerogoti’ kekuatan utama Hong Kong, yaitu ekonomi. Kepala Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Michelle Bachelet bahkan sudah mengutuk siapapun pelaku kekerasan di Hong Kong.
“Kita tak bisa menerima orang memakai masker yang melakukan kekerasan…” ujar Michelle saat berkunjung ke Malaysia.
Tantangan kepolisian Hong Kong makin serius. Dengan posisi yang ‘terjebak’ di tengah-tengah pemerintah dan masyarakat yang tak puas, Polisi Hong Kong juga harus bersiap menghadapi sekelompok penyebar teror pelaku kekerasan. Tekad Polisi adalah membawa semua pelanggar hukum agar diadili.
“Menjaga ketertiban bukan sekedar tugas polisi. Semua masyarakat harus ambil bagian.” Ujar Wakil Kepala Kepolisian Hong Kong, Tang Ping-keung. “Semua orang harus taat hukum. Bukan mentolerir kekerasan…”